Bandar Lampung, DN
Penggerebekan pesta narkoba yang melibatkan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Room Karaoke Hotel Grand Mercure, Bandar Lampung, pada Kamis, 28 Agustus 2025 lalu, hingga kini menyisakan pertanyaan besar soal prosedur hukum.
Akademisi Hukum Pidana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dr. Dwi Putri Melati, menyoroti pembebasan sejumlah pengurus HIPMI yang positif narkoba tanpa melalui proses hukum yang lengkap.
Menurutnya, dasar pembebasan yang merujuk pada SEMA 04 tahun 2010 diduga tidak sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Asesmen BNN untuk menentukan apakah seseorang perlu direhabilitasi itu memang prosedur yang sah. Tapi, rehabilitasi bukan berarti menghentikan proses hukum,” tegas Putri, Rabu (10/9/2025).
Ia menambahkan, keputusan akhir soal status pelaku narkoba tetap berada di tangan hakim, bukan BNNP Lampung.
“BNN tidak bisa serta-merta mengambil keputusan sendiri. Ada kesepakatan bersama tujuh lembaga terkait asesmen rehabilitasi. Itu harus dijalankan,” ujarnya.
Menurut Putri, bukti permulaan yang cukup, seperti adanya ekstasi dan pengakuan penggunaan, seharusnya menjadi dasar proses hukum berjalan.
“Penegakan hukum narkotika mestinya dilakukan dulu. Rehabilitasi bisa menyertai proses, tapi bukan menggantikannya,” katanya.
Sebelumnya, BBNP Lampung melakukan penggerebekan sekitar pukul 20.00 WIB terhadap 12 orang yang sedang pesta narkoba, terdiri dari tujuh pria dan lima wanita pemandu lagu.
Dari jumlah tersebut, tiga pria diduga merupakan pengurus aktif HIPMI Provinsi Lampung, yang diamankan bersama dua anggotanya.
Keterangan resmi BNNP Lampung menyebutkan, dari lokasi penggerebekan hanya enam pria dan lima wanita pemandu lagu yang terjaring. Sementara satu pria pemilik tas berisi tujuh butir ekstasi dari total 20 butir yang dibeli, tidak ada di lokasi dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dengan inisial BRT.
Berikut daftar pengurus HIPMI yang terjaring:
1. M. Randy Pratma (35), Wiraswasta, Perum Korpri Blok B12 no.5, Kelurahan Korpri Raya, Sukarame, Bandar Lampung.
2. Saputra Akbar Wijaya Hartawan (35), Karyawan Swasta, Jalan Cendana Blok A3 No.5, Kelurahan Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung.
3. Riga Marga Limba (34), Wiraswasta, Jalan Aselih, Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, DKI Jakarta.
4. William Budionan (34), Wiraswasta, Jalan Kesehatan No.34, Kelurahan Sumur Batu, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.
5. Septiansyah (35), Perumahan Bukit Alam Permai III, Kelurahan Rajabasa Nunyai, Rajabasa, Bandar Lampung.
Sementara lima wanita yang terjaring: Sipa Fauziah (24), Agnes Tirtaning Widyasari (26), Febi Wulan Antika (24), Novia Chairani Safitri (24), dan Triyani alias Sasa (24), serta Zikri Chandra Agustia (41), karyawan swasta.
Dwi Putri menegaskan, rehabilitasi tidak boleh dianggap sebagai pengganti proses hukum pidana. “Kasus ini harus menjadi peringatan agar penegakan hukum narkotika dilakukan secara konsisten, tanpa ada pengecualian bagi pengurus organisasi tertentu,” katanya.(*)