Oleh Reza Pahlepi, S.E., M.M. – Akademisi Universitas Saburai
Provinsi Lampung mencatatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 73,13 pada tahun 2024. Capaian ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, namun Lampung masih menempati posisi sebagai provinsi dengan IPM terendah di Pulau Sumatera. Sebagai perbandingan, Kepulauan Riau mencatat IPM sebesar 80,12. Ketimpangan antarwilayah, kualitas layanan publik yang belum merata, dan tantangan ekonomi menjadi hambatan utama yang harus dijawab oleh kepemimpinan baru daerah ini.
Pendidikan: Akses Meluas, Mutu Masih Tertinggal
Rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk Lampung pada 2024 adalah 8,36 tahun, menandakan bahwa mayoritas penduduk belum menyelesaikan jenjang pendidikan setingkat SMP. Sementara itu, harapan lama sekolah berada di angka 12,78 tahun, memberi harapan bahwa generasi muda memiliki peluang pendidikan yang lebih baik. Namun tantangan besar masih menghadang, seperti keterbatasan tenaga pendidik, terutama di wilayah tertinggal dan terpencil.
Upaya seperti penguatan program wajib belajar 12 tahun, revitalisasi SMK berbasis potensi lokal, serta pemanfaatan teknologi digital seperti e-learning perlu ditingkatkan dan disesuaikan dengan kondisi geografis serta kemampuan ekonomi masyarakat setempat.
Kesehatan: Meningkat Tapi Belum Merata
Angka Umur Harapan Hidup (UHH) di Lampung tahun 2024 mencapai 71,25 tahun, naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Meski meningkat, angka ini masih di bawah UHH nasional. Disparitas antarwilayah juga masih terjadi, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
Masalah kesehatan ibu dan anak, seperti angka kematian ibu dan prevalensi stunting, masih menjadi tantangan utama. Upaya pemerintah seperti pembangunan fasilitas layanan kesehatan dasar dan integrasi sistem informasi kesehatan harus didorong lebih lanjut, khususnya di daerah dengan akses terbatas.
Kesejahteraan: Pengeluaran Rendah, Kemiskinan Masih Tinggi
Pengeluaran per kapita masyarakat Lampung pada 2024 sebesar Rp11,258 juta per tahun, masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai Rp12,89 juta. Tingkat kemiskinan pun masih tinggi, yakni sebesar 10,62 persen, atau sekitar 939,30 ribu jiwa.
Faktor penyebab utama adalah terbatasnya akses infrastruktur dasar, rendahnya produktivitas sektor pertanian, serta kurangnya diversifikasi ekonomi. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret seperti penguatan UMKM berbasis digital, pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi desa, dan pemberdayaan ekonomi lokal perlu dipercepat.
Ketimpangan Wilayah: Lampung dalam Dua Wajah
Ketimpangan pembangunan antarwilayah tampak jelas, misalnya perbedaan IPM antara Kota Bandar Lampung yang tinggi dan kabupaten seperti Mesuji atau Pesisir Barat yang masih rendah. Hal ini mencerminkan perlunya pembangunan yang lebih inklusif, terutama dalam pendidikan dan layanan kesehatan dasar di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Langkah Strategis dan Harapan 2025
Untuk mendorong percepatan pembangunan manusia, pemerintah daerah dapat mempertimbangkan kebijakan afirmatif seperti peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan di daerah ber-IPM rendah, serta mendorong kolaborasi dengan perguruan tinggi dan sektor swasta dalam pelatihan tenaga kerja produktif.
Target realistis yang dapat dicanangkan untuk 2025 adalah mendorong IPM mencapai 74,0, menurunkan angka stunting ke bawah 20 persen, serta meningkatkan partisipasi pendidikan menengah. Kunci keberhasilannya ada pada sinergi antarpihak—pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat.
Jika langkah strategis ini dijalankan dengan konsisten dan berbasis data, maka peluang Lampung untuk keluar dari posisi terbawah di Sumatera bukanlah hal mustahil.(*)