Bandar Lampung, DN
Praktik penahanan ijazah yang diduga dilakukan oleh manajemen Karang Indah Mall (KIM) kini resmi dilaporkan ke Polda Lampung. Laporan ini diajukan oleh salah satu mantan karyawan, Ajid Mahendra, dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Lampung, Minggu (22/6/2025).
Laporan ini tak datang sendiri. Di hari yang sama, puluhan korban lainnya juga mendatangi kantor LBH Ansor Lampung untuk mengadukan nasib serupa: ijazah mereka ditahan oleh perusahaan dan hanya bisa diambil jika menebus dengan sejumlah uang.
“Kami mewakili klien kami atas nama Ajid Mahendra melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan ijazah yang dilakukan oleh perusahaan berinisial KIM. Hingga saat ini, ijazah tersebut belum dikembalikan,” tegas Sarhan, Ketua LBH Ansor Lampung saat memberikan keterangan di Mapolda.
Menurut Sarhan, penahanan ijazah itu dilakukan sejak awal para karyawan mulai bekerja. Perusahaan berdalih ijazah ‘dititipkan’, namun saat hubungan kerja berakhir, ijazah justru tak dikembalikan, bahkan diminta ditebus.
“Penahanan dilakukan saat karyawan mulai bekerja, dengan alasan dititipkan. Tapi setelah mereka keluar, malah diminta uang tebusan untuk mengambil kembali ijazah. Ini jelas tidak manusiawi dan melanggar hukum,” ujarnya.
Tak hanya menyasar perusahaan, Sarhan juga mengkritik keras Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bandar Lampung yang dinilai gagal menjalankan tugas pengawasan dan penyelesaian sengketa.
“Saya sempat baca pernyataan Disnaker yang menyebut kasus ini bukan sengketa. Itu membingungkan. Disnaker justru seharusnya mengawasi dan menengahi. Apalagi dalam proses mediasi sebelumnya, ada perwakilan Disnaker yang hadir dan menandatangani berita acara. Artinya mereka tahu betul permasalahan ini,” ungkapnya.
“Sangat disayangkan, Disnaker Kota Bandar Lampung justru terkesan abai dan tak menjalankan fungsi perlindungan terhadap pekerja,” tambahnya.
Sementara itu, Ajid Mahendra, korban yang kini bergerak melapor ke penegak hukum, berharap pemerintah pusat khususnya Kementerian Ketenagakerjaan turun tangan.
“Saya cuma minta ijazah kami dikembalikan. Itu hak kami. Saya sekolah tiga tahun, cuma itu bekal saya cari kerja. Tapi malah disandera,” kata Ajid dengan nada kecewa.
“Saya minta tolong kepada Bapak Menteri Ketenagakerjaan atau Wakil Menteri, tolong lihat kasus ini. Jangan sampai ada lagi perusahaan-perusahaan seperti ini yang menjadikan ijazah pekerja sebagai jaminan atau alat tekan,” ujarnya.
LBH Ansor Lampung menyebut, hingga hari ini puluhan korban lain telah datang ke kantor mereka dan mengadukan hal yang sama: ijazah ditahan, uang tebusan diminta, hak-hak kerja tak dibayarkan.
“Ini bukan lagi kasus individual. Ini sudah sistematis, dan harus dihentikan,” tutup Sarhan.