Anggaran Haji Lampung Rp34 Miliar Disorot: Gepak Curigai Mark-Up dan Modus Pemborosan

Bandar Lampung BP

Dua paket pengadaan dalam program penyelenggaraan haji tahun 2025 yang bersumber dari APBD Provinsi Lampung memicu kecaman publik. Nilainya yang fantastis dan urgensinya yang dipertanyakan membuat banyak kalangan geram dan menuntut transparansi.

Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) tercatat mengalokasikan anggaran sebesar Rp34,5 miliar untuk sewa pesawat pulang-pergi (PP) jamaah haji dari Bandara Raden Intan II ke Bandara Soekarno-Hatta. Tak hanya itu, anggaran tambahan Rp500 juta digelontorkan untuk sewa alat X-Ray dual view, yang sedianya digunakan pada proses keberangkatan haji.

Gerakan pembangunan anti korupsi (Gepak) Lampung menjadi salah satu pihak yang paling vokal mengkritisi kebijakan ini. Ketua Gepak Lampung, Hi. Wahyudi SE menyebut anggaran tersebut tidak rasional dan sarat kejanggalan.

“Ini bukan soal besar atau kecilnya anggaran, tapi soal akal sehat. Untuk apa menyewa X-Ray yang jelas-jelas sudah tersedia di bandara? Ini tidak masuk logika,” tegas Wahyudi saat dihubungi, Senin (30/6/2025).

Ia menilai penggunaan dana ratusan juta rupiah untuk alat yang telah menjadi fasilitas standar bandara adalah bentuk pemborosan yang tidak bisa dibenarkan.

“Setiap penumpang bandara melewati X-Ray milik otoritas bandara. Kenapa justru Pemprov sewa alat yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab mereka? Ini patut dicurigai sebagai modus pemborosan terselubung,” kata dia.

Selain itu, Gepak juga menyoroti pengadaan sewa pesawat yang disebut dilakukan kepada maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia. Dalam kontrak tersebut, disebutkan jumlah jamaah sebanyak 7.140 orang, dengan total anggaran Rp34.514.760.000, atau sekitar Rp4.834.000 per jamaah.

Namun, Wahyudi menegaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian data yang mencurigakan.

“Gubernur sendiri menyebutkan jumlah jamaah Lampung tahun ini adalah 7.050 orang. Tapi di kontrak pengadaan, angkanya jadi 7.140. Ada selisih 90 orang. Kalau dikalikan biaya per orang, potensi kerugian negara bisa tembus Rp435 juta lebih,” ungkapnya.

Menurutnya, selisih ini bukan hanya soal teknis atau salah hitung, tetapi bisa mengarah pada indikasi mark-up atau manipulasi jumlah.

“Selisih 90 jamaah bukan sekadar salah input. Ini bisa jadi pintu masuk untuk penyimpangan yang lebih besar. Uang negara jangan dipermainkan!” katanya tegas.

Ia pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan menyelidiki penggunaan anggaran tersebut.

“Ini bukan sekadar proyek, tapi menyangkut nama baik pemerintah daerah dan amanah masyarakat. Jangan biarkan penyimpangan terjadi di balik kemasan ibadah,” pungkasnya.(Red)

Related posts
Tutup
Tutup