Bandar Lampung, DN
Gelombang kritik terhadap Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung terus menguat.
Setelah Aliansi Anti Narkoba menyampaikan ultimatum, kini giliran Gerakan Pemuda Kerakyatan (Gepak) Lampung yang mengajukan pertanyaan mendasar soal lolosnya asesmen rehabilitasi bagi 10 terduga pengguna narkoba yang diamankan dari room karaoke Astronom, Hotel Grand Mercure.
Ketua Gepak Lampung, Wahyudi, menilai keputusan asesmen rawat jalan itu janggal dan menimbulkan tanda tanya besar.
“Pertanyaan mendasar kami, apa dasar BNNP memutuskan 10 orang ini hanya rehabilitasi rawat jalan? Bukankah mereka tertangkap dalam kondisi yang patut diduga kuat menggunakan narkoba?” kata Wahyudi, Senin (8/9/2025).
BNNP Lampung Beri Penjelasan
Menanggapi sorotan publik, Plt. Kepala BNNP Lampung, Kombes Pol Karyoto, menjelaskan bahwa keputusan rehabilitasi rawat jalan itu mengacu pada aturan yang berlaku.
Menurutnya, hasil pemeriksaan menunjukkan barang bukti yang ditemukan hanya di bawah 8 butir. Dasar hukum rehabilitasi bagi pengguna narkoba, termasuk pengguna ekstasi di bawah 8 butir, diatur dalam Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Landasan ini juga diperkuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 serta pedoman BNN yang mengatur penempatan penyalahguna ke lembaga rehabilitasi.
“Kami hanya menjalankan aturan. Kalau barang bukti di bawah 8 butir, maka mekanismenya memang rehabilitasi, bukan penahanan,” jelas Karyoto.
Tepis Isu Suap
Saat disinggung mengenai isu adanya oknum BNN yang menerima uang untuk melancarkan status rehabilitasi, Karyoto tegas membantah.
“Saya bersumpah, kami tidak menerima apapun. Bahkan saya sendiri pernah ditawari sejumlah uang untuk meloloskan kasus, tapi saya tolak. Tidak ada permainan seperti itu,” tegasnya sambil menunjuk ke atas sebagai bentuk penegasan sumpah.
Respon Keras Gepak Lampung
Mendengar penjelasan tersebut, Wahyudi tetap merespons dengan sikap kritis. Menurutnya, aturan memang ada, tetapi jangan dijadikan alasan untuk menutup mata terhadap fakta lapangan.
“Kalau hanya berpegang pada jumlah barang bukti, kita bisa kecolongan besar. Bagaimana kalau ada jaringan yang sengaja menyamarkan peredaran dengan jumlah kecil agar pelaku bisa lolos asesmen?” tegas Wahyudi.
Ia menambahkan, hukum seharusnya juga mempertimbangkan konteks penangkapan, bukan sekadar hitungan butir barang bukti.
“Penegakan hukum jangan hanya hitung-hitungan angka. Fakta di lapangan harus dilihat. Kalau 10 orang ditangkap bersamaan dalam satu lokasi hiburan malam, itu kan jelas bukan kebetulan,” ucapnya.
Gepak Lampung juga meminta BNNP Lampung lebih transparan dan tidak hanya berlindung di balik aturan.
“Aturan memang penting, tapi yang lebih penting adalah rasa keadilan masyarakat. Jangan sampai publik merasa hukum bisa dipermainkan hanya dengan berlindung di balik pasal,” kata Wahyudi.
Terakhir, Wahyudi mendesak Karyoto menindak tegas isu miring soal dugaan suap di internal BNN.
“Kalau memang tidak ada penerimaan uang, kami mendukung. Tapi BNNP Lampung juga harus berani menindak tegas bila ada oknum di dalamnya yang bermain. Jangan sampai nama baik lembaga rusak karena ulah segelintir orang. Kami ingin melihat BNNP benar-benar transparan, bukan hanya sebatas pernyataan. Kalau tegas, buktikan dengan tindakan,” pungkasnya.