Bandar Lampung, DN
Penetapan status tersangka terhadap H. Nuryadin, S.H., Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat (BPP) Konvensi Advisor Indonesia Maju (KAIM), oleh Polresta Bandar Lampung dinilai kuasa hukumnya sebagai langkah yang diduga cacat hukum dan mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkrah.
Nuryadin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan memberikan keterangan palsu atau sumpah palsu serta kejahatan menista dengan tulisan. Penetapan itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor SPDP/69a.VI/2025/Reskrim tertanggal 16 Juni 2025. SPDP tersebut ditujukan kepada Kejaksaan Negeri Bandarlampung, dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjungkarang, pelapor, dan tersangka.
Kuasa hukum H. Nuryadin, Mik Hersen, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima pemberitahuan status tersangka terhadap kliennya pada 16 Juni 2025, yang kemudian disusul pemberitahuan resmi pada 17 Juni 2025.
“Sebelumnya, terhadap surat itu, kami sudah terlebih dahulu melayangkan surat pemberitahuan kepada Polresta Bandar Lampung pada 19 Mei 2025,” ujar Mik Hersen saat konferensi pers, Rabu, 25 Juni 2025.
Hersen menegaskan bahwa penetapan tersangka ini bertentangan dengan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 4524 K/Pdt/2024 yang diterima kuasa hukum pada 17 Juni 2025. Dalam putusan itu, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan H. Nuryadin dan menyatakan bahwa para tergugat, yakni H. Darussalam serta ahli waris H. Muhammad Saleh, telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Putusan kasasi tersebut membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 39/Pdt/2024/PT Tjk tanggal 4 April 2024, yang sebelumnya membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor 160/Pdt.G/2023/PN Tjk tanggal 20 Februari 2024.
Isi Putusan MA
Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung menyatakan:
1. Menolak eksepsi para tergugat.
2. Dalam pokok perkara:
Mengabulkan gugatan H. Nuryadin untuk sebagian.
Menyatakan bahwa Tergugat I (Darussalam), Tergugat II dan III (ahli waris Haji Saleh) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menghukum para tergugat membayar kerugian materiil sebesar Rp1.025.000.000 secara tanggung renteng, ditambah bunga 6% per tahun dari pinjaman Rp500 juta.
Menolak gugatan lainnya di luar pokok perkara.
3. Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.495.000.
Putusan tertanggal 19 November 2024 itu telah disampaikan secara resmi kepada Polresta Bandar Lampung pada 19 Mei 2025, sekaligus sebagai permintaan penghentian penyidikan terhadap laporan yang saat ini menjerat H. Nuryadin.
Penetapan Tersangka Dianggap Abaikan Putusan MA
Hersen menilai bahwa proses penyidikan yang dilakukan Unit Tipikor Polresta Bandar Lampung tetap berjalan, padahal telah ada putusan kasasi yang inkrah dan seharusnya menjadi rujukan hukum.
Penyidikan terhadap Nuryadin dilakukan berdasarkan Laporan Polisi Nomor B/249/IX/2023/SPKT/Polresta Bandar Lampung/Polda Lampung tanggal 7 September 2023 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SPC/73/III/2025/Reskrim tanggal 8 Maret 2025.
Dalam perkara tersebut, Nuryadin diperiksa atas dugaan memberikan keterangan palsu dan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP dan Pasal 311 KUHP.
Namun menurut Mik Hersen, dugaan pidana ini tidak bisa dilepaskan dari konteks perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Sampai saat ini, kami belum menerima jawaban resmi dari Polresta atas surat kami,” tegas Hersen.
Ajukan Sprindik Baru untuk Darussalam
Terkait perkembangan itu, kuasa hukum juga telah kembali menyurati Polresta pada 20 Juni 2025 agar menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) baru terhadap Darussalam. Langkah ini merujuk pada Keputusan Praperadilan Nomor 4/Pra/2022/PN Tanjungkarang tanggal 5 Juli 2022, dengan pelapor H. Nuryadin.
“Permintaan Sprindik baru ini kami ajukan karena sebelumnya Darussalam melaporkan Pak H. Nuryadin, yang tujuannya untuk melepaskan dirinya dari status tersangka. Karena itu kami meminta kepada Polresta untuk kembali menaikkan status tersangka kepada Darussalam,” jelas Hersen.
Permasalahan ini, ujarnya, bermula sejak 2014, ketika Darussalam meminjam uang sebesar Rp500 juta dari H. Nuryadin untuk mengurus sporadik atas nama H. Muhammad Saleh. Dana itu diberikan dalam dua tahap, masing-masing Rp125 juta dan Rp375 juta, namun hingga kini belum dikembalikan.
“Atas dasar itu, klien kami membuat laporan polisi ke Polresta Bandar Lampung pada tahun 2020 dengan Nomor TBLP/GLP-B61-405-2020,” jelasnya.
Laporan tersebut menjadikan Muhammad Saleh dan Darussalam sebagai tersangka. Dalam prosesnya, Muhammad Saleh dijatuhi hukuman pidana satu tahun enam bulan.
Nuryadin juga menggugat secara perdata dan memenangkan perkara. Pengadilan menyatakan bahwa H. Darussalam beserta istri dan anak-anak H. Muhammad Saleh telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum membayar kerugian secara tanggung renteng sebesar Rp1.025.000.000.
Putusan tersebut diperkuat melalui kasasi oleh Mahkamah Agung.
Kapolresta Belum Beri Kepastian
Pada 24 Juni 2025, kuasa hukum mendatangi Kapolresta Bandar Lampung untuk mempertanyakan dua surat yang telah dikirim sebelumnya. Namun hingga kini belum ada respons pasti.
“Saat kami tanyakan, Pak Kapolresta tidak memberikan jawaban pasti dan menyampaikan akan memanggil penyidik dan pemeriksa. Padahal yang dilaporkan oleh Haji Darussalam adalah dugaan tindak pidana atas keterangan palsu,” kata Hersen.
Menurutnya, keterangan palsu yang bisa dijerat pidana haruslah terbukti diberikan di bawah sumpah dan memiliki dampak hukum.
“Namun dalam perkara ini, klien kami tidak pernah memberikan keterangan di sidang mana pun, baik dalam perkara perdata, praperadilan, maupun pidana terhadap Haji Saleh,” jelasnya.
“Jadi bagaimana bisa disimpulkan bahwa beliau memberikan keterangan palsu? Ini sangat tidak masuk akal,” tegas Hersen.
Laporkan Balik Jika Tak Direspons
Hersen juga menyayangkan langkah hukum yang ditempuh kuasa hukum Darussalam, Ujang Tommy, karena dinilai tidak memperhatikan fakta hukum yang sudah ada.
“Sebagai orang yang memahami hukum, seharusnya ia bisa menilai dengan cermat apakah benar ada unsur pidana dalam tuduhan tersebut. Faktanya, putusan kasasi sudah sangat jelas menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum,” lanjutnya.
Pihaknya pun menilai belum ada langkah konkret dari penyidik dalam menindaklanjuti putusan kasasi yang telah inkrah.
“Jika sampai akhir bulan ini tidak ada tanggapan dari penyidik, kami akan menempuh upaya hukum melalui praperadilan untuk mempertanyakan dasar penetapan tersangka atas klien kami,” tegas Mik Hersen. (*)