Tenaga Pendamping Gubernur Disorot: Nuryadin Desak Seleksi Transparan, Bukan Ajang Bagi-Bagi Jabatan
Bandar Lampung
Rencana Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal membentuk Tim Tenaga Pendamping Percepatan Pembangunan menuai sorotan luas dari masyarakat.
Sejumlah tokoh menyampaikan kritik tajam, mempertanyakan integritas proses seleksi dan potensi disusupinya kepentingan politik di balik pengangkatan para tenaga ahli tersebut.
Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Konvensi Advisor Indonesia Maju (BPP-PKAIM), H. Nuryadin, S.H., menjadi salah satu tokoh yang paling lantang menyuarakan keprihatinannya.
“Syarat untuk menjadi tenaga ahli atau tenaga pendamping jangan dibatasi hanya untuk PNS. Kalangan profesional dari swasta yang memang dibutuhkan juga harus diberi ruang. Tapi bukan asal tunjuk harus melalui proses seleksi yang transparan, objektif, dan diumumkan secara terbuka,” kata Nuryadin.
Ia menekankan bahwa para pelamar wajib menyertakan dokumen lengkap seperti surat lamaran tulisan tangan, CV, ijazah dari SD hingga S2 yang dilegalisir terbaru, riwayat pengalaman kerja, hasil tes kesehatan, SKCK, dan SKPN.
Semua itu, lanjutnya, harus diuji oleh Panitia Seleksi (Pansel) yang independen bersama lembaga kredibel seperti Acecor, lalu diumumkan ke publik melalui media, disertai uji kelayakan, uji kompetensi, dan penelusuran rekam jejak digital.
“Kalau prosesnya benar dan terbuka, rakyat pasti bisa menerima. Tapi kalau hanya jadi tempat parkir politikus gagal, atau orang bermasalah, lebih baik program ini dibatalkan. Kita ini sedang membangun Lampung, bukan membangun citra pribadi,” tegasnya.
Nuryadin mengingatkan bahwa masyarakat Lampung telah memberikan kepercayaan penuh kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang saat ini telah bekerja dengan baik, dan semestinya kepercayaan itu dijaga dengan mendampingi mereka dengan orang-orang yang juga baik secara kapabilitas dan moral.
“Gubernur dan Wakil Gubernur kita sudah baik, sudah membawa semangat baru. Jangan kecewakan masyarakat yang telah memilih mereka dengan menghadirkan tenaga pendamping yang justru mencoreng kepercayaan itu. Pendamping harus seirama, jangan jadi beban,” ujarnya.
Ia juga menyarankan agar Pansel terdiri dari unsur-unsur masyarakat yang independen dan memiliki integritas tinggi seperti wartawan, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, birokrat bersih, praktisi hukum, dan tokoh pemuda.
Semua ini, kata Nuryadin, untuk menghindari jebakan kepentingan kelompok atau kedekatan pribadi.
“Kami hanya ingin yang terbaik. Jangan sampai Gubernur tersandera oleh kepentingan sempit. Proses seleksi ini harus steril dari intervensi dan titipan,” ujarnya lagi.
Pernyataan Nuryadin mempertegas suara-suara kritis lainnya. Tokoh senior Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, juga mengecam rencana rekrutmen tenaga ahli yang terkesan tertutup dan penuh tanda tanya.
“Carilah tenaga ahli yang benar-benar berkompeten. Bukan mantan napi korupsi, bukan tahanan KPK, bukan bagian dari rombongan RCT yang entah dari mana datangnya tapi tiba-tiba duduk di lingkaran kekuasaan,” kata Alzier dengan nada keras.
Tokoh masyarakat lainnya, Nerozely Koenang, mantan anggota DPRD Lampung, juga mengingatkan agar tim yang direkrut tidak berisi figur-figur bermasalah yang justru memperburuk citra pemerintahan.
“Kalau ingin Lampung maju, jangan lagi rekrut orang-orang yang pernah bikin masalah di daerah ini. Pendamping harus punya kompetensi yang jelas dan rekam jejak yang bersih,” ujar Nerozely.(Red)